Multidimensional merupakan salah
satu upaya progresivitas berbagai keterampilan mencakup pembentukan suatu
kerangka atau konsep rekognisi, interpretasi, diagnosis dan evaluatif dengan
alternatif fluiditas elemen nalar kritis, tata susila, kinestetik dan estetika.
Multidimensional yang diusung ini menjadi upaya penyelarasan pengembangan PMII
sebagaimana terdapat dalam Muspimnas Tulungagung 2022 yang mencanangkan multi
level strategi, sehingga sebaiknya diiringi pengembangan keterampilan termasuk
dalam upaya pengembangan kaderisasi PMII. Salah satu tujuan pada Renstra atau
Rencana Strategik Multidimensional tersebut adalah GLIA (Good Leader Generation with Integration Adaptation) yang
sedang diupayakan pada organisasi eksternal dalam menyikapi kebijakan Kampus
Ma’had Aly termasuk di PMII Komisariat Ki Ageng Ganjur Pekalongan.
Terlebih kehadiran sebuah perguruan
tinggi di kota pekalongan yang erat labelisasinya dengan “kota santri” menjadikan
sebuah kebijakan kampus bermitra Ma’had Aly semakin merasa dilegitimasi seluruh
kebijakannya. Situasi tersebut pada akhir tahun 2022 lalu secara tidak langsung
seolah didukung oleh keadaan perguruan tinggi berbasis Islam bertransformasi
menjadi Universitas yang mana fokus output
nya ditekankan pada nilai akademiknya. Padahal menjadi mahasiswa pada
hakikatnya menjadi naungan masyarakat sebagai agent of change and control sosial.
Kilas balik peristiwa tahun 1965, 1974 hingga tepatnya bulan Mei 1998
diibaratkan menjadi pilot project radikalisme
mahasiswa yang berkiprah pada garis oposisi pemerintah. Gerakan mahasiswa
berikutnya hadir sebagai kekuatan sekaligus ujung tombak dari sebuah reformasi
yang terjadi.
Realitas kehidupan saat ini yang
sedang berayun dengan dunia digitalisasi semakin memperkeruh strategi
regenerasi estafet kepengurusan oleh daya mentalitas pemuda maupun mahasiswa
masa kini. Peran organisasi mahasiswa eksternal seperti PMII sebagai pusaran
gerakan mahasiswa kini tidak memiliki tujuan yang signifikan sebagaimana tujuan
dari PMII itu sendiri dilahirkan. Problematika nyata di sekitar lingkungan
adalah organisasi mahasiswa yang cenderung bersifat kultural, padahal dunia
berjalan dinamis dan saat ini tantangan besarnya ada pada era disruptif.
Mentalitas yang tidak matang serta penurunan motivasi dalam peningkatan mutu
intelektual menjadi hal yang menstagnasi kaderisasi Organisasi Mahasiswa Ekstra
di kota Pekalongan.
Berdasarkan laporan The Economist Intelligence Unit (EIU),
indeks demokrasi Indonesia mengalami penurunan dari 6,48 semakin menipis jadi
6,3. Salah satu indikator yang digunakan sebagai evaluasi adalah kebebasan
berpendapat. Jika dikorelasikan dengan
sistem kaderisasi PMII yakni sistem Mentoring sebagaimana terdapat dalam PO
PMII Pekalongan tahun 2021 mengawal kader pasca Mapaba melalui treatment yang bersifat kekeluargaan,
pendampingan lingkungan dan budaya organisasi dengan alternatif penguatan
doktrin atau ideologi, perawatan daya intelektual kader, konstruksi karakter
kader yang berkualitas, kritis, progress, adaptif atau transformatif, dan
profesional serta menjembatani bidang minat bakat kader agar dapat tumbuh dan
berkembang secara personal maupun untuk memberdayakan organisasinya kedepan.
Mirisnya kaderisasi di beberapa tingkat kepengurusan tidak memenuhi sistem yang
terangkum dalam PO PMII 2021 BAB I pasal 1 dan 2 sehingga kaderisasi yang
berjalan mengalami kejenuhan bahkan krisis kader.
Renstra atau Rencana Strategik
Multidimensional merupakan konsep politik pengembangan kaderisasi melalui
pendekatan berbagai dimensi atau lini yang terangkum dalam GLIA (Good Leader Generation with Integration Adaptation). Upaya
progresivitas goals kaderisasi yang transformatif sebagai wacana konstruksi
kader solutif demikian pun sejalan dengan konsep gagasan milik Ketua Umum PB
PMII masa bakti 2021 hingga 2024. Beliau yakni Muhammad Abdullah Syukri yang
berkeinginan untuk output hasil karya
atau suatu produk. Gagasan tersebut disandarkan pada situasi dan kondisi saat
ini yang menekankan pada inovasi besar-besaran selain bergerak yakni produktif.
GLIA (Good Leader Generation with Integration Adaptation) menjadi gagasan yang relevan untuk
kebangkitan motivasi kaderisasi yang cemerlang dan gemilang. Penafsiran “Good
Leader” dimaksudkan pada ranah prinsip atau inti ideologisasi kader, dan
memiliki jiwa kepemimpinan dalam pengambilan keputusan tanpa keraguan.
Kemudian, sepatah dua patah kata terakhir yaitu “Integration Adaptation”
dikehendaki supaya kader PMII mampu berlaku secara relevan antara apa yang
diucapkan dengan aktivitasnya sesuai pedoman nilai-nilai, norma kehidupan
maupun kode etik sosial dengan adaptasi terhadap berbagai tantangan zaman di
era tak beraturan atau disrupsi.
Kaderisasi diketahui menjadi hal
urgen dalam sebuah organisasi oleh karena fungsinya sebagai regenerasi calon
pemimpin yang merajut tongkat estafet kepengurusan dalam mencapai visi misi.
Melalui keterampilan peningkatan mutu intelektual, emosional dan
kreativitas-inovasi maka akan membentuk karakter kader PMII yang siap
menghadapi tantangan zaman. Adaptasi yang hendak dikuatkan lagi yaitu melalui
pengembangan ekonomi kreatif. Salah satunya yakni dengan menjalankan program
“Geasi” atau Gelar Ahad Kreasi diisi aktivitas dengan berkreasi membuat
kerajinan seperti bantal pergerakan dengan tanaman daun sereh, bolpoin
pergerakan dan korek api pergerakan. Tujuan daripada program demikian selain
menumbuhkembangkan ekonomi kreatif juga upaya peningkatan softskill anggota
dalam organisasi sebelum pada tahap sosial impact dalam program berikutnya KM
Brand-Sos Kreatif Marketing Branding Sosial Media.
Tidak mungkin sebuah wadah mampu
berperan serta tanpa adanya kader yang nyata melalui
kaderisasi yang terarah. Kaderisasi akan semakin berkembang apabila
ada kebaruan atau pembaruan dengan tetap berada pada jalur profesionalitas
dalam mengamankan citra organisasi. Demikian, di masa depan mahasiswa akan
menjadi pangkuan terbesar negara sebagai inisiator konstruksi civil society 4.0 dengan advokasi sosial
dan pemberdayaan masyarakat. Citra positif yang dibawa kader mampu
mengkonstruksikan paradigma aktor perguruan tinggi bermitra ma’had Aly
berfluiditas dengan kebutuhan bangsa tanpa melupakan fitrah beragama
sebagaimana terangkum dalam Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII yang senantiasa
mengiringi aktivitas pergerakannya.
Menguraikan perihal pergerakan khususnya mahasiswa senantiasa memicu moment kebangkitan dan reformasi dalam meniti demokrasi bangsa indonesia ini. oleh sebab itu, pergerakan mahasiswa tidaklah sebatas aktivitas massif dan militan tetapi juga harus menjadi dorongan intelektualitas dan society common sense. Sebab idealnya aktualisasi pergerakan mahasiswa seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan zamannya masing-masing. walaupun demonstrasi sekalipun bukan menjadi problematika besar melainkan sebagai kontrolisasi pemerintah supaya kebijakan yang diputuskan tidak kontradiksi dengan kebutuhan dan aspirasi publik. kebutuhan aktor inisiator inilah kemudian menjadi hal yang sangat urgen dalam sebuah Harakah Hurriyah atau kebebasan.
Penulis: Lana Salsabila
0 Komentar