PMII DAN KADERISASI
NASIONAL
Oleh : Muhammad Izzul
Haq
Wajah dari organisasi tidak bisa lepas
dari tujuan terbentuknya organisasi. Indonesia merdeka tidak akan lupa
peristiwa bom atom hirosima dan Nagasaki di negara jepang, begitupun fatwa
jihad hadrotus syekh hasyim asyari yang kemudian kini diperingati sebagai hari
santri nasional setiap tanggal 22 oktober, kemudian di teruskan dengan hari
peringatan hari pahlawan pada 10 november. Semua hal itu mengingatkan negara
indonesia dari garis perjuangan pahlawan bangsa.
Ada ungkapan bahwa sejarah hanya ditulis
oleh para pemenang. Hal ini tidak selamanya benar. Sebab kenyataannya banyak
buku bernuansa akademik, metodelogi dan dokumentasi sejarah yang terbuku kan, babad
tanah jawa, serat darmagandhul, atlas walisongo dan lain sebagainya. PMII dalam
simpul-simpul sejarah perjuangan pun menjadi bukti meruntuhkan ungkapan seperti
di atas.
Internalisasi organisasi merupakan salah
satu cara untuk terus beada pada garis perjuangan organisasi. Di era 60-an
memang sangat kondusif bagi organisasi mahasiswa untuk bersikap politis, namun
garis besar di sini ialah disaat tiga tokoh perwakilan mahasiswa NU, sahabat
hisbullah huda (Surabaya), sahabat M. said Budaury (Jakarta) dan sahabat makmun
Syukri BA (Bsndung) pada tanggal 19 maret 1960 mereka berangkat ke Jakarta
menghadap ketua umum partai NU yaitu KH. DR. Idam Khalid untuk meminta nasihat sebagai pegangan tokoh
dalam musyawarah yang akan dilaksanakan, dari tanggal 24 maret 1960 mereka
diterima, beliau menekankan bahwa organisasi yang akan dibentuk itu benar-benar
organisasi yang dapat di andalkan, dan menjadi mahasiswa yang berprinsip ilmu
untuk diamalkan bagi kepentingan rakyta, bukan ilmu untuk ilmu. Yang terpenting
lagi ialah menjadi manusia yang cakap serta bertaqwa kepada allah SWT. Setelah
beliau menyatakan “merestui musyawarah nahdliyin yang aan diadakan di Surabaya.
Perjalanan tahun ke tahun organisasi
mengalami problem yang berbeda-beda, masalah yang di hadapi ini menentukan
sikap organisasi. Independensi PMII misalnya, muncul dalam forum kongres IV
pada 25-30 april 1970 di makasar. Sahabat yahya umar sebagai ketua umum cabang
Yogyakarta mengatakan “PMII sebagai organisasi mahasiswa sudah saatnya
menyatakan tidak terikat atau tidak tergantung dengan kekuasaan manapun
termasuk NU. Tugas dan misi utama mahasiswa ialah sebagai kekuatan moral bukan
alat kepanjangan partai politik. Kalau PMII tetap tergantung pada partai NU
sementara keberadaannya selalu dilanda konflik, akan mengaburkan perjuangan
mahasiswa” meski hal ini timbul pro-kontra namun kemudian sampai pada
kesepakatan yang dikenal sebagai deklarasi munarjati.
Sejarah mencatat, bahwa PMII dilahirkan
dari perkumpulan panjang mahasiswa nahdliyin, dan sejarah juga membuktikan
bahwa PMII telah menyatakan independensinya melalui deklarasi munarjati tahun
1972. Kerangka berfikir, watak dan sikap sosial antara PMII dan NU mempunyai
persamaan karena dikemas dalam pemahaman islam ahlussunah waljamaah.
Karena antara PMII dan NU mempunyai
persamaan dalam presepsi keagamaan dan perjuangan, visi sosial dan
kemasyarakatan, ikatan historis maka untuk menghilangkan keragu-raguan serta
saling curiga, dan sebaliknya untuk menjalin kerjasama program secara kualitatif dan fungsional, baik
melalui program nyata maupunpersiapan sumber daya manusia. PMII siap
meningkatkan kualitas hubungan dengan NU atas dasar prinsip kedaulatan
organisasi penuh, interdependensi, dan tidak ada intervensi secara structural
dan kelembagaan, serta prinsip
mengembangkan masa depan islam ahlussunah waljamaah di indonesia. Deklarasi ini
dicetuskan dalam kongres X PMII pada tanggal 27 oktober 1991 di asrama haji
pondok gede Jakarta.
Di era modernisasi, mahasiwa di tuntut
untuk dapat mengisi post-post strategis bukan hanya itu keselarasan dalam
perubahan zaman yang signifikan dan cepat, sudah sepatutnya mahasiswa juga
memiliki percepatan dalam pola fikirnya, karena di saat seperti ini tidak lagi
menggunakan model-model colonial lagi, dan siapa yang adaptif ialah yang dapat
bertahan. Arus modernisasi semua tersebar menjadi bahan yang siap di olah,
makna berita bahwa segala ssesuatau yang dapat menjadi sumber infomasi ini maka
kini semua orang bahkan memposisikan sebagai penyebar informasi, atau bahkan
informasi atau berita kini tidak hanya terpublikasi hanya oleh stasiun berita
saja.
Hasilnya kini mencari berita bukanlah
hal yang susah, namun memilah mana berita yang benar-benar berita mana berita
yang hanya menjadi uvoria, atau bahkan tidak objektif sekalipun. Oleh sebab itu
dalam menyambut era modernisasi, PMII dapat memulai percepatan dalam mengisi
post-post strategis. Belum lagi dalam mensukseskan bonus demografi indnonesia. PMII dapat hadir pada penerus
bangsa yang di tahun mendatang menjadi motor sebuah perjuangan. Melalui
perkenalan budaya indoensia seutuhnya, di publikasi dengan media sosial yang
beredar.
Fokus di sini dalam mensukseskan bonus
demografi salah satunya melalui pendekatan pendidikan yang merdeka. Jepang
setalah di bom atom menitik beratkan pada pendidikan internal maupun urbanisasi
peserta didik ke negara maju, kemudian dapat mengisi lini pendidikan di
negaranya tanpa menghilangkan budaya yang ada. Indonesia dengan kekayaan alam,
budaya dan masih banyak lagi sudah menjadi keharusan bahwa indoensia dapat
berkembang jauh lebih cepat. Namun kaca politik yang terus membayangi serta
strata sosial yang masih banyak ketimpangan mengakibatkan kesenjangan di
masing-masing daerah.
PMII sebagai organisasi kaderisasi,
tercatat juga bahwa PMII merupakan organisasi ekstra dengan kuantitas terbesar
di indeonsia. Dengan kuantitas terbesar ini sudah menjadi keharusan bahwa
anggita yang tergabung pun dapat berkontribusi mengisi lini-lini masyarakat.
“Terbentuknya Pribadi Muslim Indonesia Yang Bertaqwa Kepada Allah SWT, Berbudi
Luhur, Berimu, Cakap dan Bertanggungjawab dalam Mengamalkan Ilmunya Serta
Berkomitmen Memperjuangkan Cita-Cita Kemederkaan Indeonsia”, Tujuan PMII yang
seyogyanya menjadi titik balik bahwa dimanapun dan kapanpun tujuan inilah
menjadi representasi wajah PMII.
PMII merupakan kampus kedua, setidaknya
menjadi jalan keluar bagi anggota dan
kader nya dalam menampa realita kehidupan untuk mensukseskan bonus demografi
yang di perkirakan mencapai puncaknya di tahun 2045.
Tabel diatas merupakan proses kaderisasi
dan organisasi PMII, input dalam hal ini ialah mapaba, kepanjangan dari masa
penerimaan anggota baru. Kini keadaanya masih tarik menarik dengan keadaan
anggota. Dimana kasus yang terjadi pun mapaba dapat memeroleh anggota yang
tidak hanya ratusan bahkan ribuan bagi kampus agama dan puluhan bahkan ratusan
bagi kampus negeri. Pohon yang masih kembang untuk dapat menjadi buah perlu mendapatkan
perawatan yang ekstra sehingga angin atau hama dapat terantisipasi lebih cepat.
Diagnosa nya anggota yang mapaba ialah
calon anggota yang belum selesai dengan diri sendiri, sehingga ketika bergabung
di PMII dapat ditemukan banyak pertimbangan bagi anggota dalam menyelesaikan
masalah terlebih dapat diri sendiri, bahkan masalah sendiripun tidak jarang
terbawa di organisasi. Hal demikian juga menjadi sebuah permasalahan kampus
yang menerima banyaknya mahassiswa, justru ketika lulus malah menambah angka
pengangguran. Boleh jadi sebab kurangnya lapangan kerja maupun ketidakmapanan
mahasiswa setelah lulus untuk menerjang badai realita kehidupan. Mengikuti pada
lapangan pekerjaan bukan menjadi menara yang menawarkan lapangan pekerjaan,
ketidak beranian berbeda inilah yang menjadi polemik dari tahun ke tahun.
Dalam psikologi bahwa manusia ialah
makhluk yang unik, maksudnya antara satu dengan yang lain memiliki potensi yang
berbeda-beda, bakat dan minat yang berbeda-beda serta kelemahan yang berbeda.
Oleh sebab itu kampus bukanlah alat pencetak yang semuanya di tuntut harus
sama. bukankah demikian pendidikan di indeonesia yang berbentuk piramida.
Setidaknya bentuk piramida ini dapat menjadi manusia yang lebih dewasa dan
merdeka, karena semakin tinggi semakin mengkerucut al hasil dapat membuahkan
piramida terbalik ketika di implementasikan.
Oleh sebab itu, mutakid yang menjadi
bentuk kader pada mapaba ini menjadi anggota yang yakin terhadap PMII merupakan
organisasi yang cocok untuk mengembangkan potensi dan menambah khazanah
keilmuan untuk menjadi manusia yang seutuhnya. Maka potensi dan minat bakat
pada diri sendiri perlu disadarkan sejak dini, yaitu dikala mapaba. Kongritnya
mapaba juga menjadi jalan keluar ketika mahasiswa masih mencari-cari potensi
diri sendiri dapat sesegera di sadari. Pra mapaba yaitu secreening dan stadium
general sayogyanya dapat memantik lebih dalam pada potensi diri sendiri.
PR selanjutnya ketika anggota sadar akan
potensi, bakat dan minat diri sendiri ialah arena PMII yang dapat memfasilitasi.
Jika untuk mentransformasi hal demikian perlu kerja ekstra pula yang dilakukan
oleh pengurus, selain membuka cara pandang dan sesegera memantik potensi diri
pada anggota, pengurus juga sesegera mungkin menyiapkan arena yang selaras
dengan potensi banyaknya anggota. Sistem mentoring yang diterapkan sebagai
kaderisasi informal ialah sistem yang efektif untuk pengembangan anggota.
Kenyataanya mentor belum bisa memenuhi dari banyaknya warna potensi anggota.
Sehingga pelatihan mentor perlu sesegera mungkin serta di pantik lebih banyak
lagi selain materi ideology namun juga pengembangan potensi anggota. Jaringan
mentor pun perlu di perluas, cara pandang dan sudut pandang pun demikian
sehingga tidak salah penafsiran.
Kongritnya perlu disadari lebih dahulu
bahwa fase ini ialah proses jadi tidak patut di perhitungkan hasil nantinya.
Namun lebih pada proses yang fokus pada bidang bidang yang menjadi pengembangan
potensi anggota. Pengembangan potensi anggota ini menjadi sebuah bukti capaian
ketika anggota dapat membuat karyanya, baik berupa gerakan, pemikiran
antithesis, media, maupun bentuk tulisan dan lain sebagainya.
Panitia pelaksana mapaba juga perlu di
pantik bagaimana cara untuk mengembangkan softskill dan hardskil anggota
melalui kaderisasi non formal. Pelaksana mapaba selayaknya memiliki data
perkembangan anggotanya, baik di nilai dari keyakinan berorganisasi, mental dan
potensi. Sehingga dapat membuat formula dan melaksanakan kaderisasi non formal
untuk menunjang perkembangan angota. Oleh sebab itu kesadaran bebenah yang
seperti ini aan menjadi efektif ketika disalurkan dengan cara yang tepat.
Battom up perlu disadari bahwa cara ini lebih mengena dan membekas serta
menimbulkan gerakan yang lebih besar, dari pada up to down.
Proses selanjutnya ketika telah selesai
pada diri sendiri, anggota dapat layak mengikuti kaderisasi formal kedua yaitu
PKD, yang mana kemudian disebut sebagai kader mujahid, atau yang
bersungguh-sungguh, siap bertarung dan berkembang. Di fase ini kembali di
ingatkan bahwa untuk berkembang dan maju tidak bisa sendirian, perlu banyak
orang dan jaringan. Oleh sebab itu kader mujahid ialah kader yang siap
mengembangkan organisasinya kapanpun dan kondisi apapun. Lalu idealnya berapa
bulan atau tahun pasca mapaba ?
Perihal waktu ini tidaklah menjadi
sorotan yang terpenting, namun juga tidak bisa dilupakan, setidaknya capaian
pasca mapaba ini jelas. Dalam peraturan sudah jelas bahwa syarat mengikuti
menjadi peserta PKD ialah anggota yang telah melalui kaderisasi non formal
namun di sini juga kurikulum atau indicator capaian kaderisasi non formal belum
begitu sempurna. Peserta yang layak PKD ialah peserta yang telah selesai pada
diri sendiri, baik masalah pribadi, minat, bakat, dan potensi diri serta matang
pada ilmu ke fakultasan atau minimalnya ilmu ke jurusnnya. Lalu parameternya
apa ? boleh di buktikan dengan karya yang telah di buat, keikutsertaan dalam
kegiatan pengembangan potensi diri,
serta ruang diskusi khazanah keilmuan jurusan maupun fakultas yang dalam
hal ini rayon.
Pasca PKD atau sebagai kader mujahid,
disadarkan bahwa tidak sendirian oleh sebab itu perlu dilakukan dengan jama’ah.
Potensi yang telah disadari itu sesegera dapat membuat jaringan sehingga
komunitas-komunitas sesuai dengan bakat, dan minat dapat terbuat dengan sendirinya.
Hal ini bukan berarti menandingi biro-biro yang telah ada di kepengurusan
melainkan bentuk nyata jaringan yang layak untuk menambah dan mengembangkan
potensinya. Kader mujahid ini juga telah siap untuk di diasporakan pada tataran
organisasi intra kampus. Posisi strategis menjadi incaran yang terlebih sebab
titik fokus disini kembali mengingat bahwa peran PMII di kampus ialah menjaga
nilai-nilai islam ahlussunah wal jamaah di ranah kampus.
Oleh sebab itu kaderisasi non formal
yang tersedia pasca PKD ini lebih mengedepankan pada jaringan, jamaah, maupun
penyadaran bahwa tidak bisa hidup sendirian. Seperti halnya yang telah di
sampaikan oleh KH. DR. Idam kholid bahwa ilmu untuk di aplikasikan bukan ilmu untuk ilmu ini juga
dapat tertanam bagi kader mujahid. Maka kaderisasi non formal seperti seklah
mentor, sekolah basis, sekolah politik kampus, sekolah dakwah dan lain
sebagainya hal itu menjadi point tersendiri untuk kader mujahid dalam berproses
untuk terus bersungguh-sungguh.
Kemudian di lanjut pelatihan kader
lanjut, atau di singkat dengan PKL. Di sebut sebagai kader mujtahid, siap
berujtihad dan membersamai PMII di kondisi dan situasi apapun, kapanpun dan di
manapun. Oleh sebab itu lebih mengedepankan pada internalisasi organisasi.
Maksudnya dengan banyaknya warna yang telah di lalui, perlu di ingatkan kembali
bahwa segalanya itu putih. Garis-garis perjuangan organisasi, nilai-nilai
kaderisasi, serta tantangan organisasi di era saat ini baik skala regional,
nasional maupun internasioanal. menjadi renungan tersendiri, sehingga menjadi
sebuah harapan untuk terus membersamai dan memberikan sumbangan seutuhnya untuk
organisasi.
Di usia yang tidak muda lagi, menuju 62
tahun PMII dalam mengisi nilai-nilai kemerdekaan indonesia dan menjaga islam
ahlussunah waljamaah semua gerakan dan capaian perlu di dokumentasikan dan di
administrasikan secara rapi, sehingga dalam menggapai dan melewati tantangan
semua nya telah terdapat data nya. Baik data kader yang telah mengikuti jenjang
MAPABA, PKD, PKL bahkan PKN semuanya terdata, terlebih pada tataran terdendah
yakni rayon maupun komisariat, begitupun senior yang telah tersebarpun
berdasarkan potensi dan spesifikasi bidang nya telah terdata. Hal ini di ikhtiarkan agar PMII baik dari rayon
sampai dengan PB tidak akan kepaten obor.
Sadar akan data inilah selayaknya dapat
tersalurkan secara seksama, apalagi berada di era yang serba data, kedepannya
data kader dan pencapaian organisasi selama masa kepengurusan dapat di
presentasikan sehingga dapat pula di ukur tingkat keberhasilannya, baik dari
segi kuantitas maupun kualitas. Hal ini juga tertuju untuk bagian eksternal,
garapan satu periode tidaklah cukup untuk menyelesaikan tujuan organisasi,
misalkan advokasi yang telah dilakukan, apakah juga akan diteruskan ketika
belum selesai untuk kepengurusan selanjutnya. Apalagi jika bentuknya kerjasama
dan pemberdayaan desa, maka semua itu perlu di dokumentasikan dan terdata. Tidak
lain dan bukan semua itu juga tergambarkan pada senior-senior yang kini telah mendahului
dan dapat berkiprah sesuai dengan bidangnya masinng-masing. Jaringan yang
begitu kuat sebab banyaknya post-post yang telah di isi namun juga perlu di isi
post-post strategis lainnya yang belum terpenuhi.
Berfikirnya jangka panjang untuk organisasi sebab proses saat ini aan
terfokuskan untuk menggapai tujuan atau kerangka fikiran jangka panjang yang
telah di gambarkan.
Salah satunya untuk memantik pentingnya
dalam dunia administrasi dan dokumentasi ialah dengan bebenah di masing-masing
lembaga nya sendiri kemudian boleh jadi di laksanakan lomba administrasi untuk
lembaga yang ada dibawahnya. Tentunya dengan format yang telah di sediakan oleh
pelaksana. Kemudian juga untuk kader-kader yang telah memberikan waktu,tenaga
dan fikirannya untuk PMII , bagi IKA maupun pengurus juga mengupayakan sebagai
bentuk tarik menarik kader akan kebutuhan yakni melalui beasiswa yang di
sediakan oleh PMII, baik tataran cabang maupun komisariat. MOU dengan
lembaga-lembaga strategis melalui diaspora kader yang jelas juga patut di
perhitungkan sebagai jalan mempermudah tujuan yang demikian. nyatanya juga akan
kembali lagi ke PMII.
0 Komentar