Berbicara perihal gerakan maka yang terbesit adalah adanya sebuah perubahan dari budaya lama yang kurang baik menuju kebudayaan sosial yang lebih baik, dari tatanan sosial yang sudah usang akan zaman menuju pada relevansi yang sesuai kebutuhan. Gerakan lahir dari kegelisahan suatu kelompok atau golongan akan adanya masalah sistem yang telah terdeteksi kegagalannya dalam menanggapi sebuah tatanan sosial. Golongan atau kelompok yang lahir dari kegelisahan tersebutlah kemudian mendiskusikan permasalahan yang ada, disertai dengan mengajukan sebuah solusi nyata untuk memperbaiki sistem yang ada. Gerakan masa yang telah lahir dari embrio masyarakat terpinggirkan mengarah pada pemangku kebijakan atau pembuat sistem dalam ranah pemerintahan.

Gerakan aksi masa seperti yang telah terjadi pada abad 18 yaitu Revolusi Bolshevik atau adanya gerakan anarko sindikalisme yang diusung oleh Michael Bakunin yang menentang keras adanya kepemimpinan diktator, sehingga lahirlah kepemimpinan yang demokratis. Di Indonesia gerakan aksi masa sudah banyak menjadi bukti sejarah dalam melawan kolonialisme barat. Setelah menimbang, bahwasanya melawan penjajah tidak hanya dengan perlawanan senjata, akan tetapi melalui pendidikanlah Indonesia bisa lepas dari cengkraman penjajah, maka lahirlah organisasi Budi Oetomo pada tahun 1908, Gerakan aksi masa juga banyak dipelopori tokoh – tokoh pergerakan seperti HOS Cokroaminoto, Tan Malaka, Soekarno, Sutomo dan lain sebagainya.

Melirik sepenggal sejarah yang telah mengukir peradaban, bahwasanya gerakan tersebut lahir dari tokoh – tokoh yang cenderung menekuni pemikiran – pemikiran khas kekirian, seperti Hagel, Karl Marx, Angel, dan tokoh kiri barat lainnya. Ciri khas pemikiran kiri yang lebih menekankan pada semangat perubahan dan bebas dari penindasan antar kelas telah merasuk pada otak – otak tokoh pergerakan baik dalam maupun luar negeri. Dari gerakan – gerakan tersebut membuahkan perubahan yang nyata, seperti pada masa kolonialisme, adanya tokoh – tokoh pergerakan maka penjajah bisa terusir dari bangsa Indonesia. Pada masa orde lama, gerakan Mahasiswa yang tergabung dalam aliansi KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) berhasil menurunkan presiden Soekarno karena dibawah kepemimpinannya perekonomian Indonesia mengalami inflasi 300 persen. Selain itu gerakan  Orde baru yang dilakukan oleh mahasiswa seluruh Indonesia yang menuntut untuk melakukan reformasi dan menurunkan rezim Orde Baru. Dari beberapa contoh gerakan tersebut telah terekam bagaimana gerakan – gerakan tersebut mencapai klimaksnya tidak sekadar gerakan euforia sesaat tanpa menyelesaikan sampai ke ujung permasalahan.

Gerakan – gerakan masyarakat yang gandrung akan keadilan itulah yang telah membawa Bangsa menjadi lebih baik. Pengawalan golongan atau kelompok itulah yang menjadi stekholder bangsa.  Namun, setiap zaman tentu tidak akan bisa terlepas dari persoalan ekonomi, politik, budaya, agama dan sosial. Telah banyak kebijakan – kebijakan dari pemangku kebijakan pasca reformasi yang masih menyimpang. Cita – cita reformasi dalam kenyataannya tetap menjadi lumbung pejabat untuk mengadakan konsolidasi yang banyak merugikan bangsa dan negara. Secara garis besar, Korupsi, Kolusi serta Nepotisme sudah tak terlihat secara jelas untuk saat ini, sebab kebebasan dalam persaingan partai politik sudah terbuka, sehingga fokus masyarakat tidak hanya pada satu penguasa yang seperti terjadi pada Orde Baru. Banyaknya kebijakan yang secara tidak sadar telah mematikan gerakan – gerakan kaum pinggiran. Bahkan pemerintah tidak segan – segan untuk mengerahkan aparat keamanan dalam membendung gerakan masyarakat yang kritis akan kebijakan pemerintah. Selain itu, dalam tataran perguruan tinggi mahasiswa telah banyak dituntut dan disibukkan dengan tugas – tugas kuliah sehingga mereka buta akan keadaan kampus dan lingkungan sosial.

Dari banyak sistem yang terstruktur dan telah mengubah kultur gerakan progresif pada diri mahasiswa. Sekarang mahasiswa cenderung berorientasi pada kesuksesan diri dan mengacuhkan keadaan sosial. Berlomba – lomba dalam meraih nilai tinggi, akan tetapi miskin dalam kepekaan sosial. Adapun sisa – sisa perjuangan yang masih digandrungi mahasiswa hanya sebatas halusinasi gerakan kiri yang sifatnya utopia. Belajar banyak tentang buku – buku berhaluan kiri dan mengagungkan idealisme diri, akan tetapi dari sekian banyak buku yang mereka baca jarang atau bahkan tidak melahirkan gerakan perubahan yang melawan ketidakadilan, khususnya dalam lingkup kampus. Buku – buku berhaluan kiri melahirkan semangat untuk berjuang bersama dalam bingkai ketertindasan, bukan melahirkan SDM yang hanya membangunkan diri tanpa melihat serta berani mendobrak pintu kezaliman. Mahasiswa dibuat mabuk kepayang dengan para pemikir tokoh kiri Indonesia dan barat, akan tetapi implementasi nilai – nilai perjuangan para tokoh tidak menetes ke ranah pergerakan kampus. Kenapa dalam hal ini kampus sangat penting untuk implementasi gerakan perjuangan, sebab dalam kampuslah mahasiswa diarahakan pada miniatur negara. Mahasiswa yang seharusnya tidak hanya tunduk jika ada kebijakan kampus yang kurang ideal dengan pemikiran.

Gerakan perjuangan dalam menegakkan keadilan harus tetap hidup. Ketika kita selamanya menekuni pemikiran kiri tanpa adanya implementasi yang melahirkan gerakan perlawanan, maka kita telah berdosa, sebab ilmu apa yang telah kita pelajari tidak membuahkan pengamalan yang bermanfaat bagi orang banyak. Jika banyak anggapan bahwa perubahan berawal dari diri sendiri tanpa harus memperhatikan permasalahan luar, maka sampai kiamat pun kita hanya berlindung pada kalimat

"Perubahan diri lebih penting, daripada kita melakukan perubahan lingkungan sekitar" 
Maka yang ada hanya melahirkan generasi yang gemar mencari aman ketika ada masalah. 

Berbicara perubahan diri adalah prioritas, akan tetapi masalah diluar diri kita adalah sebuah tanggungjawab. 

Selama gerakan kaum kiri utopia masih bangga dengan retorika sejarahnya, maka semakin terpuruk generasi pemuda Indonesia.


Penulis : Rifki

Editor   : Lita